Cerita Sex Main Dengan Bu Anita Mantan Ibu Kepalah Sekolahku

Sebelumnya perkenalkan diriku terlebih dahulu namaku Dony. Ketika kisah ini terjadi aku berumur kira-kira 18 tahun, aku termasuk seorang yang aktif dalam berbagai kegiatan baik di kampus maupun diluar kampus termasuk di didalamnya kegiatan Pramuka yang memang sejak kecil aku suka.

Nah karena kegiatan Pramuka inilah terjadilah kisah yang sampai saat ini masih aku kenang. Untuk wajah memang aku nggak jelek-jelek amat malah terbilang agak cakep itu kata temen-temenku. Dan terbukti ada beberapa cewek yang naksir kepadaku.

Hingga suatu saat aku mendapat surat yang berisi permintaan bantuan untuk ikut menjadi salah satu pembina di SD Negeri di dekat rumahku. Murid-murid SD itu akan melaksanakan perkemahan sabtu minggu atau persami. Merasa mendapat kepercayaan dan hitung-hitung untuk tambahan uang saku maka dengan hati senang aku terima tawaran tersebut. Lagipula aku adalah salah satu alumni dari SD tersebut.

Kami berangkat ke lokasi hari sabtu pagi, dan sampai ke lokasi kira-kira jam 10. Setelah sampai lokasi kami mendirikan tenda dan mempersiapkan segala sesuatu untuk keperluan kegiatan persami. Kegiatan demi kegiatan kami lakukan, dan ternyata anak anak terlihat suka padaku karena mungkin dimata mereka aku lucu dan menarik.

Itu semua mungkin karena aku aktif di berbagai organisasi sehingga aku pandai mengatur suasana. Permasalahan yang ada adalah air. Lokasi kami berkemah agak jauh dari rumah penduduk. Air yang kami dapatkan berasal dari sungai yang mengalir di dekat lokasi. Dan untuk mandi kami harus kerumah penduduk yang ada disekitarnya walaupun agak jauh.

Hari semakin sore aku sedang bersantai di tenda pembina sambil mengawasi anak-anak terlihat dari kejauhan sebuah mobil kijang berhenti dan turun seorang wanita paruh baya. Setelah aku perhatikan betul ternyata yang datang adalah Bu Anita, beliau adalah kepala sekolah SD tersebut.

Beliau dahulu adalah Ibu guruku, beliau orangnya supel namun kewibawaannya tetap terlihat. Yang aku herankan adalah beliau tetap terlihat cantik diusia yang aku taksir sudah kepala lima. Tubuhnya tetap terawat tidak seperti wanita pada umumnya pada usianya.

Para guru dan para pembina mendekat untuk menyalami termasuk diriku bergegas berjalan mendekatinya untuk menyalaminya.

Aku menyalaminya sambil basa-basi bertanya “Koq cuma sendirian Bu Anita?”

“Eh.. iya Dod bapaknya anak-anak sedang ada acara di Semarang” Jawab Bu Anita.

“Kamu tadi tidak menjemput Bu Anita” Sergah Pak Budi yang berjalan beriringan dengan kami.

“Kan Bu Anita sudah bawa mobil Pak” Aku menjawab sekenanya.

Kami berjalan beringan menuju tenda para pembina. Setelah sampai di tenda Bu Anita tampak berbicara serius sambil duduk diatas tikar dengan Pak Budi. Tampaknya hal penting yang perlu dibicarakan mengenai acara persami itu. Aku menjadi agak tidak enak untuk berlama-lama di dekat mereka. Setelah minta ijin aku berjalan menjauh dari mereka.

Dalam benakku terlintas pengakuan bahwa Bu Anita memang masih menarik walau tampak sedikit keriput di leher namun itu malah membuat Bu Anita tampak lebih anggun. Rambutnya lurus sebahu hitam walau ada beberapa helai yang tampak sudah putih, kulitnya yang putih bersih tampak terawat.

Anganku terus mengalir bentuk tubuhnya yang ramping namun padat berisi, bongkahan bokongnya tampak jelas tercetak dibalik rok spannya begitu juga buah dadanya indah. Perutnya memang agak besar namun kencang.

Gila.. aku membayangkan orang yang dahulu pernah menjadi guruku. Ini tidak benar. Tapi aku aku tidak bisa memungkiri bahwa Bu Anita memang masih sintal.

Pada malam harinya diadakan acara api unggun yang kemudian dilanjutkan dengan acara jurit malam. Aku kebetulan mendapat untuk menjaga semua tenda. Kebetulan sekali sebab aku merasa lelah karena sehari sebelumnya ada kegiatan di kampus.

Yang lebih kebetulan adalah ternyata Bu Anita dan 2 guru wanita yang lain nggak ikut acara jurit malam. Setelah mengecek semua tenda aku berjalan mendekat kearah Bu Anita yang sedang duduk sendiri di depan tenda pembina. Tampaknya kedua rekannya sudah terkantuk dan tidur didalam tenda.

“Belum ngantuk Bu?” aku memulai pembicaraan sambil duduk berhadapan dengannya.

“Belum Don.. masa Ibu enak-enakan tidur padahal tadi kan Ibu datang terlambat” Bu Anita menjawab.

“Ya nggak apa-apa, Ibu kan sibuk juga” Aku menyahut.

“Gimana kuliahmu” Tanya Bu Anita.

“Lancar, Bu Anita belum akan pensiun” Aku memancing pertanyaan untuk mengetahui umur sebenarnya.

“Tinggal tiga tahun lagi Don” Bu Anita menjawab.

Pasti wanita ini umurnya lebih dari 50 tahun, namun koq masih menggairahkan. Mataku sekali-kali mencuri pandang menikmati keindahan tubuhnya.

Kami mengobrol agak lama sampai Bu Anita minta diantar ke sungai karena kebelet buang air kecil. Aku bergegas mengantarnya sampai pinggir sungai yang agak curam.

Sambil memberikan senter aku berkata, “Saya tunggu disini ya Bu Anita, ini senternya hati-hati jalannya agak licin”

“Iya.. eh jangan ngintip lho” Katanya sambil bercanda.

Ketika akan melangkah Bu Anita terpeleset otomatis tanganku menggapai tangannya tanganku yang satu menggapai badannya menahan agar beliau tidak jatuh. Namun tidak disangka tanganku mendarat tepat di salah satu gunung indahnya. Dia kaget aku juga kaget.

“Ma.. af Bu Anita, nggak sengaja” Aku berkata.

“Eh.. nggak apa-apa” Sahutnya juga agak salah tingkah.

Sambil berjalan meniti jalan setapak akhirnya dia mencari tempat yang agak tersembunyi. Namun karena sinar rembulan tampak samar-samar gerakan tubuhnya dalam melaksanakan kegiatannya. Tampak dia memelorotkan celana panjangnya kemudian CDnya lalu berjongkok.

Aku bertanya dalam hati mimpi apa aku semalam sehingga aku memperoleh keuntungan dobel pertama memegang buah dada indah yang kedua bisa melihat bokong dan paha walaupun samar.

Tak terasa celanaku semakin sempit karena senjata kesayanganku menggeliat. Tanganku merabanya dan membuat remasan-remasan kecil. Tak puas dengan itu aku mengeluarkan batang penisku sehingga dapat berdiri bebas mengacung. Aku yakin Bu Anita bakalan tidak akan melihat polahku.

Sepertinya Bu Anita sudah selesai buang air kecil ketika akan naik ke atas aku ulurkan tanganku dan menariknya.

Aku minta Bu Anita berjalan didepan dengan alasan aku mengawal kalau ada apa-apa. Namun bukan karena itu aku bisa membuat bebas kelaminku terjulur keluar dan mengacung. Sensasi ini aku nikmati sampai ke tenda pembina. Kami lanjutkan ngobrol sampai akhirnya acara jurit malam selesai.

Malam sudah larut bahkan menjelang di hari kami pembina dan guru putra tidur terpisah dengan pembina dan guru wanita. Tetapi bayang-bayang kemolekan wanita paruh baya itu masih mengganggu pikiranku.

Mata ini rasanya sulit terpejam. Kemaluanku rasanya juga nggak mau ditidurkan, tapi akhirnya aku sadar bahwa wanita yang menggelorakan hasrat jiwaku adalah mantan guruku yang tak mungkin aku akan melampiaskan kepada beliau. Akhirnya anganku kubawa tidur.

Sampai pada pagi harinya aku terbangun oleh suara riuh anak-anak yang sedang melakukan senam pagi. Aku cepat-cepat bangun dan cuci muka kemudian membantu pembina lainnya. Setelah acara pagi selesai aku beres-beres pekerjaan yang lain yang masih harus aku kerjakan. Sementara anak-anak pun juga sibuk mandi di sungai.

Pembina dan guru antri mandi di rumah penduduk yang agak berjauhan. Tampak Bu Anita juga belum mandi karena beliau juga sibuk mengawasi anak-anak.

Sekitar jam 09.00 pagi semua tugas sudah selesai maka aku bergegas mengambil peralatan mandiku. Namun terdengar dari kejauhan suara yang memanggilku.

“Dony kamu mau mandi ya”

Setelah aku toleh ternyata suara itu bersal dari Bu Anita.

Langsung saja ku jawab singkat, “Iya.. Bu Anita”

“Kalau begitu sama-sama dong.. Ibu juga belum mandi” Dia berkata.

Bagai disambar petir di siang bolong mendengar tawaran itu tanpa ragu-ragu aku mengiyakan. “Iya Bu Anita”

Karena kamar mandi-kamar mandi yang ada di sekitar rumah penduduk tampak sudah penuh maka aku menawarkan pada Bu Anita sebuah sumur yang ada di tengah kebun penduduk.

“Sebaiknya kita mandi disana saja Bu Anita, tempatnya juga tertutup koq” Aku berharap dia mau karena ada kesempatan untuk berdua.

“Yang benar lho Don.. tapi ya nggak apa-apa memang tempat yang lain sudah penuh”.

Kami berjalam beriringan menuju ketempat pemandian di tengah kebun itu. Sementara yang lainnya persipan untuk kegiatan pagi itu yaitu jalan-jalan berkeliling.

Sampailah aku pada tempat yang kami tuju. Setelah aku meletakkan peralatan mandiku aku memulai menimba air untuk keperluan kami berdua. Setelah bak terisi penuh maka aku persilahkan beliau untuk mandi dahulu. Tempat mandinya terbuat dari anyaman bambu ada beberapa lobang yang tampak.

“Silahkan Bu Anita anda mandi lebih dahulu” Aku mempersilahkan.

“Kamu tunggu dulu ya.. awas lho jangan.. ngintip” Katanya sambil tersenyum.

“Nggak Bu Anita.. tapi kalau kepepet kan nggak apa-apa” Kataku juga bercanda.

“Nakal kamu” Dia berkata sambil berkata masuk ke kamar mandi.

Aku mengamati dari kejauhan dan melihat satu persatu pakaiannya dilepas dan digantungkan diatas anyaman bambu itu. Terakhir aku lihat kutang dan CDnya yang berwarna biru muda dan coklat muda tersampir.

Hatiku semakin nggak karuan aku membayangkan pasti tubuh molek wanita yang pantas menjadi ibuku itu telanjang bebas, aku dengar suara air yang mengguyur tubuhnya. Aku mencari akal agar aku bisa menikmati keindahan tubuhnya.

Akhirnya aku mendekat dan berkata, “Bu Anita airnya kurang nggak”

Dari dalam bilik aku dengar suaranya,”Eh.. kamu koq ada disitu.. kurang sedikit Dod” katanya agak kaget.

Ya.. kesempatan datang akhirnya aku menimba untuknya lagi dan aku tuangkan ke saluran mengalirkan ke dalam bak yang ada di dalamnnya. Bu Anita masih melanjutkan mandinya maka aku putuskan untuk mandi diluar saja sambil berharap Bu Anita nanti selesai mandi dapat melihatku. Entah pikiran gila sudah memasuki pikiranku.

“Eh.. Dod kamu mandi diluar ya..” Terdengar dari dalam bilik.

“Iya Bu Anita kan bisa menyingkat waktu” Aku beralasan.

Sambil melihat sekeliling aku rasa aman maka aku lepaskan semua pakaianku kini tinggal celana dalamku. Sambil mengguyur badanku dari timba langsung aku sedikit mencari celah-celah agar aku dapat melihat keindahan tubuhnya. Benar dugaanku aku belum selesai madi dari dalam bilik sudah terdengar suaranya.

“Don sudah selesai belum?” Dia bertanya.

“Sudah Bu Anita” Aku menjawab walau aku belum selesai mandi. Memang aku sengaja.

Dan lihat pintu bilik mulai bergerak terbuka. Darahku terasa mengalir semakin kencang menduga apa yang akan terjadi saat Bu Anita melihat aku hanya memakai celana dalam.

“Ih.. ka.. ta.. nya sudah selesai” Dia melihatku agak terperanjat.

Raut mukanya tampak kelihatan merah. Dia agak tersipu setelah melihatku hanya memakai celana dalam. Aku bisa melihat dari ujung matanya dia melirik pada selangkanganku yang disitu tampak tercetak jelas penisku yang sudah tegang dari tadi seakan meronta keluar.

“Sana mandi di dalam masih ada airnya kok” Dia menyambung.

“Iya Bu Anita” jawabku sambil masuk ke bilik.

Perasaanku puas dapat memperlihatkan kejantananku pada wanita paruh baya ini. Tapi hasratku untuk bertindak lebih jauh semakin berkecamuk. Kebetulan sekali jam tangan Bu Anita tertinggal di dalam bilik bambu ini.

“Bu Anita jam tangan Ibu tertinggal nih.” Aku berkata kepadanya dari dalam bilik.

Aku menanti Bu Anita masuk ke dalam bilik dan penis celana dalamku semakin tidak bisa memuat penisku yang semakin membesar.

“Tolong ambikan Don masak aku harus masuk kan kamu sudah telanjang to” Bu Anita berkata dari luar bilik.

“Ah Bu Anita nggak mau saya nggak masuk ndak saya ambilkan” Aku semakin berani menggodanya.

“Ih kamu kok masih nakal dari dulu” Dia berkata.

“Pakai handuk dulu saya akan masuk” Dia menyambung.

Semakin terbuka kesempatan mencari kepuasan hasratku yang semakin menggebu-gebu ini. Aku lepas celana dalam ku hingga aku menjadi telanjang bulat tanpa sehelai benang menanti Bu Anita masuk kedalam bilik.

Bu Anita masuk kedalam bilik dan langsung setengah menjerit dia berkata, “Don.. kamu.. nga.. nga.. pain”

Pandangannya terbelalak melihat aku telanjang apalagi melihat penisku mengacung bebas.

“Itu Bu Anita jamnya ambil sendiri ya” Aku mencoba santai.

Aku lihat mukanya yang merah padam namun matanya tadi melirik ke arah batang zakarku yang sudah tegang. Dia melangkah menuju kearah jam tangannya yang tertinggal. Pikiran mesumku semakin menjadi-jadi maka dengan cepat aku tutup pintu bilik.

Melihat perilaku itu Bu Anita kaget sambil menatapku dia berkata, “Don apa-apaan ini”.

“Maaf Bu Anita.. ta.. pi.. Ibu sangat menarik bagi saya” aku semakin berani tanpa memikirkan akibatnya.

“Kamu.. sudah gila ya..” Dia berkata.

Belum sempat aku menjawab pertanyaannya dia kembali menyahut.

“Aku sudah menduga kamu dari kejadian tadi malam, tapi kamu harus tahu bahwa Ibu sudah bersuami dan lagi Ibu kan sudah tua” Dia mencoba menyadarkan aku.

“Tapi wajah dan tubuh Ibu tidak mencerminkan usia Ibu” Aku beralasan.

“Apa sudah kau pikirkan benar-benar” Dia menyahut.

“Su.. dah Ibu” aku berkata tanpa pikir panjang.

“Da.. sar.. kamu” Dia berkata lagi.

Aku mendekat dan mencoba mencium bibirnya. Diluar dugaanku dia tidak menghindar atau meronta namun sebaliknya dia menyambut ciuman hangatku dan membalasnya. Ciuman kami semakin dalam lidah kami saling bertautan tanganku bergerilya menjamah buah dadanya yang sekal dan meremas-remas bokongnya.

Tiba-tiba dia berusaha melepaskan melepaskan pelukan sambil berkata, “Sabar Don.. jangan terlalu bernapsu”

Dia mendorongku aku terduduk di pinggiran bak semen. Dia masih berdiri sambil tangannya melepaskan satu persatu kancing bajunya. Perlahan dan pasti aku melihat dua bukit kembar yang masih tampah sekal.

Kini tinggal beliau hanya mengenakan kutang dan rok aku bangkit namun dia berkata, “Duduk dulu”.

Aku kembali duduk sambil melihat dia melepaskan roknya. Setelah roknya terlepas dia melepaskan kutang dan mencopot celana dalamnya. Dan kini terpampang didepanku tubuh sintal yang aku angan-angankan.

Aku bangkit lagi namun dia kembali berkata, “Don.. aku suka dengan caramu menjeratku tapi ini harus menjadi rahasia kita saja”.

Dia berkata sambil meletakkan salah satu kakinya diatas bibir bak semen itu. Dadaku semakin berdegub kencang melihat pemandangan indah ini. Selangkangannya ditumbuhi rambut keriting yang hitam indah sekali.

“Tentu Bu Anita..” Aku menyahut.

Aku elus kakinya yang putih aku dekatkan wajahku dan mulai menciumi betisnya sambil menjilatinya merambat naik ke atas. Lidahku menari diatas pahanya dan diselingi dengan sedotan-sedotan kecil. Sampailah aku pada hutan yang rimbun itu dan lidahku mencoba menyibak mencari lobang yang paling dicari para lelaki.

Bilik bambu di tengah kebun menjadi saksi pergumulan nafsu dua anak manusia yang dipisahkan oleh status dan usia.

Aku jilati bibir vaginanya dengan penuh nafsu. Bu Anita mengerang menahan kenikmatan yang melanda dirinya. Aku tak peduli dengan keadaannya aku semakin gila mempermainkan lidahku didalam lobang vaginanya.

Tangan Bu Anita memegang erat-erat kepalaku dan menekan ke selangkangannya solah-olah mempersilahkan diriku untuk menelan barang berharga miliknya.

“Don.. ka.. mu.. ma.. sih.. nakal.. seper.. ti.. dulu.. ah” Dia berkata sambil merintih menahan nikmat.

Tampaknya lututnya tidak bisa lagi bertahan. Beliau menarik kepalaku agar aku menghentikan aktivitasku. Aku bangkit dan mendekatkan mukaku ke buah dadanya yang disitu tertempel buah anggur yang berwarna coklat muda tegang menantang.

Aku sedoti seluruh permukaan payudaranya, aku hisap putingnya yang indah. Bu Anita tampak merem-melek menikmati permainanku ini.

Tanganku meremas-remas bokong indahnya dan jariku mencari lobang duburnya, setelah ketemu aku mempermainkan jariku membuat tusukan-tusukan kecil dan mengobok-obok alat buang air besarnya. Bu Anita mengerang-erang dan aku merasakan lobang anusnya meyempit keras seolah ingin menjepit jariku yang tertanam di dalamnya.

Tampaknya Bu Anita ingin mengambil inisiatif, dia melepaskan pelukanku.

“Don.. ber.. baring.. lah.. pa.. kai.. handuk.. mu.. untuk alas” Dia berkata kepadaku dengan nafas tersengal.

Bagai kerbau ditusuk hidungnya aku lakukan apa kehendaknya. Aku berbaring dengan beralaskan handukku. Bu Anita berdiri mengangkang diatasku dan perlahan jongkok tepat diatas kemaluanku yang mengacung keatas. Tangannya membimbing penisku untuk memasuki lobang kenikmatannya.

Dan setelah tepat dia menekan kebawah sehingga.. bles.. keinginanku terlaksana untuk menikmati kehangatan benda yang terdapat di selangkangan wanita paruh baya ini.

Aku merasakan dinding kemaluannya keluar cairan yang mempermudah penisku tertanam. Kepala Bu Anita terdongak keatas dan kulihat bibir bawahnya. Tangannya yang satu berpegangan pada pinggiran bak semen. Aku hanya bisa merem melek menahan kenikmatan dari cengkeraman vaginanya.

Nafas Bu Anita semakin memburu seiring dengan gerakan erotis yang dilakukannya naik turun diselingi dengan perputaran pantatnya. Aku lihat buah dadanya terguncang-guncang. Pemandangan yang indah sekali. Wanita paruh baya ini ternyata pintar bermain sex.

Aku merasakan sensansi yang luar biasa. Rambutnya yang masih basah itu menjadi acak-acakan. Aku mencoba untuk bertahan agar aku tidak kecolongan keluar terlebih dahulu.

Gerakan erotis Bu Anita semakin cepat.

“Don.. uh.. Ibu.. ma.. u.. sam.. pai..” Dia berkata tersengal.

Aku tidak menjawabnya, gerakannya semakin tidak teratur dan akhirnya aku merasakan cengkeraman erat vaginanya, aku rasakan cairan yang mengalir memenuhi lobang vaginanya. Nafasnya tersengal dan beliau terkulai diatasku.

Aku rasakan vaginanya yang masih berdenyut. Aku usap punggung mantan guruku dan aku belai rambutnya yang terurai basah. Tubuhnya yang hangat menempel erat.

“Bagai.. mana.. Bu Anita..” Aku berkata.

“Ka.. mu.. hebat..” Bu Anita menjawab.

Mendengar jawabannya aku merasa sebagai seorang lelaki yang perkasa yang dapat membahagiakan seorang wanita. Perlahan beliau turun dari atas tubuhku, beliau tahu bahwa aku belum mencapai puncak. Dia berbaring disampingku, dia tersenyum kearahku.

Aku mendekatkan wajahku dan mencium mesra bibirnya. Setelah itu aku bangkit, aku lihat dia sudah mengangkangkan kaki tampaklah kemaluannya yang basah merekah menanti benda tumpul yang aku miliki untuk masuk kedalamnya.

Perlahan namun pasti aku arahkan benda kebanggaan para lelaki yang aku miliki. Dan.. bles.. masuklah penisku kedalam vaginanya, aku tekan dalam dalam sampai pangkal kemaluanku. Bibir Bu Anita tampak terbuka merasakan kenikmatan yang kedua kalinya, aku tarik perlahan kemudian kemudian aku gerakan naik turun pantatku.

Gerakanku semakin aku percepat sehingga menimbulkan suara-sura erotis. Aku kerahkan tenagaku untuk menyodok barang istimewa mantan guruku ini.

Oh.. nikmat sekali seakan melayang. Aku rasakan darahku mengumpul di penisku seiring dengan gerakanku yang semakin aku percepat. Buah dadanya yang sekal indah putih terguncang-guncang karena sodokanku.

Akhirnya aku tidak dapat lagi menahan dan.. creet.. aku tancapkan dalam-dalam, aku semprotkan spermaku di dalam vaginanya. Melihat aku mencapai puncak Bu Anita melipat kakinya dan menekan pantatku erat-erat. Oh.. seakan aku terbang. Nikmat sekali.. aku rasakan sensasi yang indah sekali.

Serasa tulangku terlolosi lemas sekali aku terkulai diatas tubuhnya. Dia tersenyum manja kearahku.Aku cium mesra bibirnya. Kami berbaring berdampingan.

“Bu Anita.. Ibu masih hebat.. kapan.. kita.. lakukan lagi” Aku berkata kepadanya.

“Ih..”, Dia mencubit hidungku.

“Nakal.. kamu..”

Kami lantas berpakaian kembali karena kami takut nanti perbuatan kami diketahui oleh yang lain. Kami berjalan menuju kembali ke perkemahan kami.,,,,,,,,,,,,,

Related posts