Cerita Gay – Leganya Berbagi Beban

CERITA SEX GAY,,,,,,,,,,
Sejak beberapa hari lalu Indra
tampak murung. Jordan sahabat
Indra sudah memperhatikan hal ini.
Namun sejak pagi setelah jam
pertama kuliah selesai, Jordan
melihat Indra lebih kuyu.
Indra memang punya rahasia. Sudah
seminggu ini Indra merasa terbebani
dengan rahasianya itu. Dia dapat
dengan mudah menyembunyikan
selamanya. Tapi itu bukan
kebiasaanya. Indra adalah seorang
pemuda riang dan cukup terbuka.
www.ceritagay.uiwap.com
Terlebih dengan sahanatnya Jordan,
seakan tidak ada hal yang ditutupi di
antara mereka.
Tapi kali ini Indra punya rahasia yang
dapat dengan mudah diceritalan
kepada sahabat terbaiknya itu . Indra
kuatis rahasia itu dapat
menghancurkan hubungan baik
dengan Jordan jika ia
menceritakannya.
Keadaan ini sedikit banyak
berpengaruh terhadap kesehatan
Indra.
“Indra, kenapa kamu, kok hari ini
pucat banget?” tanya Jordan.
Indra menoleh ke Jordan. Dia merasa
sedih, terlebih ketika Jordan datang
menghampirinya. Indra takut seolah-
olah orang lain bisa melihat
rahasianya dan dia selalu khawatir
akan keluar tanpa ia memberitahu
siapa pun.
“Kamu sakit? Ada apa sih? Ada yang
kamu pikirkan?” tanya Jordan lagi
setelah berada di hadapan Indra.
Indra hanya tersenyum kecil dan
membalas, “Aku cuma pusing dan
perutku rada mual.”
“Ha hahahaha… kamu hamil?”
Indra tidak menjawab bahkan
berjalan meninggalkan Jordan
menuju kantin di kampus mereka.
“Hei…. Ada apa? Apa yang salah?”
“Hmm, nggak, enggak apa-apa “”
“Jangan bohong. Sebenarnya dari
beberapa hari lalu aku sudah
perhatikan kamu. Ada sesuatu yang
mengganggu kamu, dan kamu jadi
rada pendiam. Aku juga diam saja,
mungkin kamu belum mau ngomong
apa-apa. Tapi hari ini kamu pucat
sekali, terlihat nggak sehat.”
“Hmmm.. Aku akan kasih tahu kamu
nanti Jordan, tapi sekarang aku mau
sendiri dulu ya. please,” kata Indra
sambil merunduk di depan Jordan.
Indra tampak gelisah. Suatu kondisi
yang sangat berbeda dari Indra yang
selalu periang.
Di kantin Indra makan sendirian. Tiba-
tiba dia merasa tambah pusing dan
perutnya sangat mual. Dia hampir
pingsan saat Jordan datang
memapahnya.
“Indra, kenapa sih kamu. Ayo saya
antar kamu pulang sekarang.”
Jordan membantu Indra berjalan
menuju mobilnya di parkiran.
Kemudian Jordan segera menyetir
mobilnya menuju rumah Indra.
Di dalam mobil keduanya hanya
diam membisu sampai tiba di rumah
Indra. Jordan lalu memapah Indra
masuk sampai ke kamarnya dan
membaringkannya. Jordan
mengambil obat dan memberikannya
kepada Indra.
Suasana masih sepi. Sampai
kemudian Jordan melihat Indra rada
mendingan.
“Indra, ada apa sebenarnya? Apa
yang salah? Apa yang terjadi? Aku
tahu beberapa hari ini kamu
menghindari saya dan saya hanya
ingin tahu kenapa. Apakah aku
melakukan sesuatu yang salah? Jika
ya, kamu harus bilang… Kamu bikin
aku takut, Indra. Aku mau bantu
kamu tapi tidak bisa karena kamu
diam saja. Selama ini kamu tidak
pernah menutup diri dariku. Tapi aku
pikir kamu harus cerita ada masalah
apa. Kalau kamu sudah tidak percaya
lagi sama aku, kamu harus cerita ke
orang lain.”
Indra tercenung. Ia merasa malu dan
hanya menatap kosong ke langit-
langit kamarnya. Dia tidak pernah
menyadari betapa ini bisa menyakiti
Jordan sahabatnya. Tapi Jordan benar,
dia harus cerita masalahnya, apapun
risikonya. Indra harus membuat
pilihan.
“Tolong kunci kamar, aku tidak ada
yang mau ganggu selagi aku cerita,”
kata Indra lirih.
Jordan segera mengunci pintu kamar.
Indra berkata lagi, “Jordan, kamu
sahabatku. Meski kita sudah saling
paham, tapi aku perlu bilang lagi,
bahwa apa yang akan aku
sampaikan ini hanya untuk kamu ya.”
Jordan mengangguk. Indra membuka
mulut untuk berbicara, tetapi
akhirnya hanya menghela napas.
Jordan tetap duduk diam menunggu.
Akhirnya, Indra memejamkan mata
dan air mata menetes. Ketika
membuka matanya kembali Indra
melihat Jordan masih menatapnya
dengan sabar.
“Gini…. Aku merasa aneh seminggu
ini. Aku jadi seperti bingung dan
sedih. Ini gara-gara Simon adik kelas
kita itu.”
“Simon? Yang baru masuk tim basket
kita itu?”
“Iya, dia.”
Jordan mengangguk dan menunggu
Indra untuk bercerita lagi.
“Yah, ada hal yang membuat aku
kaget dan, ah gimana ya cerita nya.”
“Ada apa?” tanya Jordan.
“Uhmmm gini lho,” kata Indra. Dia
meraskan telapak tangannya mulai
berkeringat. “Simon itu kan ganteng,
matanya bagus pula. Aku suka
perhatikan dia diam-diam.”
“Iya betul, dia memang okelah. Lalu
kenapa?”
“Dia juga suka senyum-senyum
sama aku.”
Jordan terus mengawasi Indra saat ia
bercerita dan dia mulai mendapat
gambaran tapi dia tetap diam
menunggu lanjutan cerita Indra.
“Minggu lalu waktu pulang basket,
kamu kan tidak ikut latihan. Nah aku
ketemu dia di ruang ganti. Kebetulan
sudah sepi dan aku cuma berdua
dengan dia. Aku merasa deg-degan.
Tau-tau dia mendekati aku dan aku
tambah gak karuan rasanya. Simon
lalu memeluk aku dan kita
berciuman.”
Jordan masih diam menunggu Indra
melanjutkan cerita.
“Lalu aku diseret masuk ke toilet dan
dia mulai menggerayangi aku.
Anehnya aku mau saja dan malah
merasa senang. Sampai kita berdua
tau-tau saling masturbasi hingga
muncrat.”
Jordan terus menatap wajah Indra.
“Indra, kamu mau bilang kamu gay?”
Indra menunduk, mengangguk dan
mulai menangis. Jordan
mendekatinya dan memeluknya.
Indra merasa begitu lega karena
Jordan tidak marah atau
meninggalkannya. Dia menangis di
bahu Jordan. Jordan hanya
memegang Indra sampai air matanya
mereda dan kemudian berkata,
“Indra, aku senang kamu sudah
bercerita, Kamu sedang mengalami
guncangan, tapi aku akan tetap jadi
sahabatmu. Aku akan mendukung
kamu, siapapun kamu.”
“Terima kasih, Jordan. Aku lega
sekali… Aku sangat takut. Aku tidak
tahu apa yang harus bagaimana
seminggu ini. Aku juga takut kalau
orangtuaku tau hal ini. Aku tidak bisa
mengatakan kepada mereka tentang
ini.. Aku belum siap..”
“Kamu tidak perlu memberitahu
mereka, Indra. Kalau kamu merasa
tidak siap, ya jangan lakukan… Ada
aku di sini untuk kamu. Kamu harus
merasa nyaman dulu dengan kondisi
kamu sebelum kamu bisa bercerita
kepada orang lain. Tidak akan ada
gunanya memberitahu orang tua
kamu kalau kamu tidak nyaman
dengan kondisi atau siapa kamu.”
“Jordan, kamu benar. Kamu sudah
sangat membantu sejauh ini. Aku
rasa aku bisa menghadapi ini
sekarang dengan bantuan kamu.”
“Bagus lah kalau begitu, Indra. Aku
juga senang bisa tetap menjadi
sahabat kamu dan kamu tetap
merasa terbantu oleh aku. Sekarang
kita cari makan yuk.”
Indra tertawa dan berdiri mengikuti
Jordan yang sudah melangkah ke
ruang makan di rumah Indra.
Indra sudah merasa lega. Sebelum
dia sedih dan bingung, apa risikonya
jika dia bercerita tentang kondisinya
itu kepada Jordan. Ternyata Jordan
memang sahabat sejati.,,,,,,,,,,,

Related posts